Patokan Aib Hingga Bolehnya Operasi Plastik
[Rubrik: Sekedar Sharing]
Para ulama telah membahas tentang hukum melakukan operasi kecantikan, operasi kulit, memasang kawat gigi, memancungkan hidung, dan seterusnya yang bertujuan untuk mengubah bentuk sebagian anggota tubuh menjadi lebih baik dan indah. Secara umum, perbuatan-perbuatan semacam itu adalah perbuatan terlarang dan haram hukumnya karena termasuk mengubah ciptaan Allah. Allah telah menghikayatkan perkataan setan tentang janjinya untuk menyesatkan anak Adam diantaranya,
وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللّهِ
“… dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya.” (QS. An-Nisa: 119)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
لَعَنَ اللَّهُ الوَاشِمَاتِ وَالمُوتَشِمَاتِ، وَالمُتَنَمِّصَاتِ وَالمُتَفَلِّجَاتِ، لِلْحُسْنِ المُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ
“Semoga Allah melaknat orang yang mentato, yang minta ditato, yang mencabut alis, yang minta dikerok alis, yang merenggangkan gigi, untuk memperindah penampilan, yang mengubah ciptaan Allah.” (HR. Bukhari 4886)
Hadits di atas menegaskan tidak bolehnya mengubah ciptaan Allah pada tubuh manusia. Namun hadits di atas mengisyaratkan pula bahwa larangan tersebut berlaku jika bertujuan untuk memperindah penampilan dan menambah kecantikan. Adapun jika dia melakukan operasi pada anggota tubuhnya untuk menghilangkan cacat atau aib maka hukumnya boleh. Baik cacat tersebut ada sejak lahir atau baru muncul karena kecelakaan atau sebab lainnya.
Diantara dalil yang menunjukkan bolehnya jika bertujuan mengobati penyakit atau cacat adalah hadits dari ‘Urjufah bin As’ad radhiyallahu ‘anhu,
أَنَّهُ أُصِيبَ أَنْفُهُ يَوْمَ الْكُلَابِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَاتَّخَذَ أَنْفًا مِنْ وَرِقٍ فَأَنْتَنَ عَلَيْهِ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَتَّخِذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ
“Hidungnya terkena senjata pada peristiwa perang Al-Kulab di zaman jahiliyah. Kemudian beliau tambal dengan perak, namun hidungnya malah membusuk. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk menggunakan tambal hidung dari emas.” (HR. An-Nasai no. 5161, Abu Daud no. 4232, dihasankan oleh Al-Albani)
Muncul pertanyaan, apa batasan aib yang diperbolehkan untuk mengubahnya? Sebagian orang mudah beralasan,
“Ustadz, hidung saya pesek, ini adalah aib bagi saya. Saya berniat operasi untuk memancungkannya.”
“Ustadz, kulit saya terlalu hitam, ini adalah aib bagi saya. Kalau begitu bolehkah saya operasi plastik?”
Jika demikian, apa patokan aib? Jawabannya adalah sesuai penilaian masyarakat pada umumnya. Jika masyarakat sepakat menilai bahwa bentuk hidung tersebut adalah aib, bentuk gigi tersebut adalah aib, warna kulit tersebut adalah aib, maka itu adalah aib yang membolehkan kita mengubahnya dalam artian memperbaikinya.
Dalam dunia kedokteran dan biologi dikenal istilah varietas atau variasi jenis. Umat manusia memang dikenal memiliki beberapa variasi jenis, ada hidung yang bentuknya mancung, ada yang sedikit pesek, ada yang lebih pesek lagi. Sebagaimana ada bentuk gigi yang rata, agak ke dalam, atau agak maju, dan lain sebagainya. Artinya semua bentuk-bentuk anggota tubuh seperti itu ada pada normalnya manusia dan bukan merupakan kecacatan.
Kesimpulannya, jika bentuk sebagian anggota tubuhnya masih masuk dalam golongan variasi jenis manusia yang dimiliki oleh banyak manusia lainnya, ditambah masyarakat secara umum juga tidak menilainya sebagai sebuah aib maka bentuk tersebut bukanlah aib. Sehingga hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan untuk mengubahnya karena termasuk dalam mengubah ciptaan Allah yang terlarang.
Artikel www.muslimafiyah.com (Asuhan Ustadz dr. Raehanul Bahraen, M.Sc., Sp. PK, Alumnus Ma’had Al Ilmi Yogyakarta)
Artikel asli: https://muslimafiyah.com/patokan-aib-hingga-bolehnya-operasi-plastik.html